Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim
Betapapun kulukiskan keagungan-Mu dengan
rangkaian diksiku, rangkaian diksiku tetap kuyu bila kusandingkan dengan
keagungan-Mu. Engkau yang Maha Agung, yang semua makhluk akan tenang hatinya
bila dipangku diatas keagungan-Mu. Engkaulah Allah Tuhan Semesta Alam.
Allah yang memberi kita mata, yang
dengannya Allah perintahkan kita untuk melihat bumi dan langit, silih
bergantinya siang dan malam untuk memikirkan betapa indahnya ciptaan-Nya,
betapa besarnya nikmat-Nya, bila saja kita mau berpikir tentang itu. Tapi yang
ada, yang telah nyata terjadi, dan sering kita ulangi adalah kita menggunakan
mata kita untuk melihat drama korea, drama malaysia, anime, sinetron-sinetron, kita rela, tidak risau sama sekali menghabiskan waktu kita berjam-jam mematut diri di depan laptop, televisi, terkadang malah bangga karena sudah tau tentang drama korea yang ini, sudah tau kelanjutan cerita anime yang beratus episod. Hanya karena kita salah
menggunakan mata kita, begitu banyak cabang dosa yang kita ciptakan, begitu
banyak bibir kita yang sibuk bercerita tentang apa yg mata kita lihat, sehingga mungkin kita menarik teman kita untuk melihat apa yang kita lihat dan terkadang kita masih belum sadar bahwa kita telah menarik teman kita dalam dosa, kalaupun
tersadar lepas mengucap “Astaghfirullahhaladzim” besoknya kita ulang. Masih melihat drama korea, masih melihat anime, kadang hati yang merasa berdosa kita ketepikan, dengan alasan ini hiburan atas kepenatan, tidak apa apa, begitu hebat kita membuat pembenaran. Padahal
Cita-cita kita pasti, ingin masuk surga. Tapi kalau kita seperti ini neraka sair mungkin begitu
merindukan lidah kita untuk ditebas dengan pedang apinya yang bergejolak merah, atau mungkin jahannam tak sabar untuk mencongkel mata kita dengan
linggisnya yang membara. Diluar sana, banyak orang yang hanya mengenal satu
warna dalam hidupnya, “hitam”, ya mereka buta, dan kita yang Allah beri kita
mata yang dapat melihat, mata yang sehat, kita seringkali menggunakannya untuk melihat
dan mengkritisi hal-hal remeh temeh yang menyeret kita ke jurang maksiat,
menarik kita ke pucuk nista. Masihkah kita sombong, kufur nikmat dengan menggunakan mata kita untuk melihat yang tidak semestinya kita lihat? Bayangkan bila Allah cabut
nikmat penglihatan dari diri kita?
Allah yang memberi kita telinga agar
kita dapat mendengar seruan-Nya, agar kita dapat mendengar lantulan kalam-Nya
yang suci tiada tara. Tapi yang ada kita sering sekali menggunakan telinga kita untuk
mendengar musik-musik galau, menyeret hati dalam kegalauan dalam, memikirkan halhal yg tak patut dipikirkan. Kadangkala telinga kita sibuk mendengarkan gosip murahan.
Diluar sana ada orang yang lemah
pendengarannya, atau bahkan tuli, susah untuk mendengar, bahkan tidak bisa
mendengar dan kita masihkah kita mendengarkan sesuatu yang sia-sia atau malah
sesuatu yang bakal menambah daftar panjang keburukan kita di buku Atid?
Bayangkan bila saat ini Allah mencabut nikmat pendengarannya dari diri kita,
mungkin sekarang kita tidak dapat mendengarkan berita kedzaliman Israel kepada
saudara kita di Palestina.
Allah Yang Maha Pemurah telah memberi
kita mulut untuk membaca kalam-Nya, untuk menyeru manusia kepada kebaikan,
untuk bertasbih memuji-Nya, untuk berdakwah. Lantas sudahkah kita pergunakan
mulut kita dengan benar, kawan? Mulut diletakkan Allah di depan, tapi
seringkali ia berbicara di belakang, menguak aib si B, mencela si C, menghakimi
si D. Bayangkan bila saat kita menghibah, malaikat Izrail datang dan mencabut
nyawa kita, sebelum kita sempat bertaubat, bayangkan betapa sakitnya nyawa
dicabut, kaki kita menjadi dingin menjalar sampai ke atas hingga nyawa kita
benar-benar utuh dicabut, lalu kita di bawa ke altar kubur ditanya segala hal
hingga sampai pada bagaimana kita menggunakan mulut kita, kita sendiri, tidak
ada ayah, tidak ada ibu, kita benar-benar sendiri di penghakiman Allah. Lantas,
masihkan kita sombong dengan nikmat Allah?
Diluar sana banyak orang bisu, banyak
orang sumbing, dan lain sebagainya, masihkah kita lupa untuk bersyukur kepada
Allah Yang Maha Pemurah?
Kedua tangan yang Allah berikan
seringkali kita gunakan untuk kejahatan, tangan kita yang sering usil menjawil
teman, memukul, kita lupa, tak kesah pada apa yang dirasakan teman. Menyakiti
saudara kita, kita anggap itu candaan, tak menyakitkan, padahal seringkali
tangan kita menyakiti, dan kita tak sadar, kita masih lelap dalam tidur
panjang. Kita sering lupa kalau sedang tertawa. Tertawa sepenuh mulut sampai
kita lupa pada kematian yang senantiasa mengintai kita. Kita seringkali
membuang waktu untuk menceritakan kisah lama yang mungkin indahnya masih
berbekas hingga sekarang, kisah si A yang begitu menyayangi kita, yang begitu
perhatian, kita ceritakan keburukan-keburukan orang, tidakkah kita berpikir
bahwa waktu kita sangat sangatlah sedikit, sangatlah sempit, lalu kenapa kita
masih juga menggunakannya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan malah
mendatangkan mudarat?
Kaki kita seringkali melangkah ke
tempat-tempat makan, jajan terus. Padahal di luar sana jangankan untuk jajan,
makanan nasi saja masih banyak orang yang susah mendapatkannya. Mereka harus
memulung dulu, untuk mendapatkan beberapa rupiah yang bagi kita
kepingan-kepingan rupiah itu amatlah tak ada artinya. Ada juga mereka yang
mengais makanan dari tong sampah, bahkan mencuri demi memenuhi kebutuhan yang
sejengkal. Masihkah kita berlebih-lebihan dalam berbelanja?
Dihadapan kita terhidang makanan tapi
kita sering mengabaikannya, entah kenapa kita malas sekali untuk makan, padahal
cuma masukin makanan ke mulut. Apalagi dulu waktu SMA, kita mungkin jahil
sekali dan sering sekali mendzalimi diri kita sendiri dan orang terdekat kita.
Setiap pagi sudah terhidang makanan hangat yang baru dimasak, yang ketika
orangtua kita akan memasak mereka menanyakan pada kita masakan apa yang kita
inginkan, tapi ketika makanan sudah terhidang, kita malas2 mendekatinya, kita
pura2 makan dengan mengotori piring kita dengan kuah ataupun sambal yang telah
dimasak. Kita benar-benar jahil dan mendustakan nikmat Allah. Sekarang kita
sering tabzir, berlebih-lebihan dalam makan dan minum, sering makanan dibuang
percuma, susu dibuang percuma, teh dibuang percuma.
Kita sering kasar bila berbicara pada
orangtua kita, tidakkah kita sadar bahwa mereka terluka dengan kekasaran kita?
Padahal mereka memberi kita segalanya, mereka tak ingin kita kurang suatu
apapun, bahkan sebab mereka mencari harta duniawi adalah karena kita, mereka
mempersiapkan segalanya untuk kita sejak kita masih direncanakan untuk jadi
anak mereka, mereka bekerja keras mencari dunia untuk kita hingga sedikit
sekali mereka mencari akhirat untuk mereka. Pergi pagi, pulang siang, pergi
lagi, pulang lagi, di rumah pun orangtua kita sibuk dengan pekerjaannya. Ya
Allah apabila dunia menarik2 orangtua2 kami dengan kemegahan hartanya, maka
tariklah mereka kembali ke jalan-Mu dengan cinta dan kasih-Mu. Kami sadar dunia
bukanlah segalanya, bawa mereka menuju keridho’anmu Ya Allah Ya Rahman Ya
Rahim.
Kita seringkali mengajari adik-adik kita
dengan marah-marah, membentaknya, kasar hingga mereka menangis sedih seperti
baru terpancar darah dari lukanya. Ya Allah ampuni kami yang lalai, jadikanlah
kami kakak2 yang mampu menuntun adiknya menjadi anak shaleh dan shalehah.
Kita sering sekali menyakiti hati
saudara kita dengan lisan kita yang tajam laksana pedang, dan sering kita tak
sadar bahwa kita sedang menyakiti hati saudara kita. Beribu kata tajam kita
tandaskan langsung dihatinya membuat lukanya menganga, dan kita masih belum
sadar bahwa saudara kita adalah objek yang kita lukai.
Kita seringkali menyiksa mata kita
dengan berlama-lama mematut diri di depan laptop menonton film-film yang sedikit
sekali manfaatnya, mengapa kita tidak tilawah? Menghafal ayat? Mengapa kita
masih saja lalai? Kita masih banyak tidur padahal waktu tidur kita bisa kita
kurangi dan memperbanyak melakukan hal-hal bermanfaat.
Kita masih sering tidur saat adzan sudah
berkumandang, tidakkah panggilan itu mengetuk-ngetuk kalbu kita? Kita masih
sering berbicara bahkan tertawa dan teriak saat adzan sudah dikumandangkan.
Nanti ajalah bangunnya “masih adzan”. Ada waktu shalat yang memang panjang tetapi sadarkah
kita bahwa umur kitalah yang pendek. Yang harus selalu kita ingat adalah bahwa
kita berjalan menuju kematian, setiap detik, dan seringkali kita menganggap
kematian kita masih lama lalu kita hanyut lagi dalam dosa dan kelalaian.
Ali bin Abi Talib mengatakan “Sesungguhnya
kematian terus mendekati kita, dan dunia terus meninggalkan kita. Maka, jadilah
kalian anak-anak akhirat dan janganlah kalian menjadi anak2 dunia. Sesungguhnya
hari ini adalah beramal dan tidak ada hisab. Dan esok adalah hisab dan tidak
ada lagi beramal.”