apakah anda senang berkunjung ke blog saya?

Rabu, 23 Oktober 2013

AKU SEPERTI DPR INDONESIA



Pernahkah kau merasa begitu berdosa?  Pernahkah kau merasa bahwa kaulah orang paling bersalah didunia? Pernahkah kau merasa menjadi satu-satunya orang yang pantas disalahkan atas adanya suatu masalah? Detik-detik waktu mungkin cepat berlalu,  ringan berjalan dengan kerendahannya, tetapi berat kita rasakan. Sejauh mata memandang langit seperti tiada lagi berujung, secepat kaki melangkah tetap terasa jalan ditempat, separah itukah momok rasa bersalah?.
Menangis? Meratap? Menyalah-nyalahkan diri sendiri? Itu yang kau lakukan?  Lantas, bisakah dosanya langsung terhapus seperti ombak yang menghapus setiap tulisan diatas pasir dipantai? Tidak!, itulah kebodohan yang saat ini sedang kulakukan, menangis, meratap, menyalah-nyalahkan diriku sendiri. Membiarkan perutku lapar karena kesombonganku sok mau menebus rasa bersalah, sok ingin merasakan penderitaan orang yang telah aku lukai perasaannya. Aku membiarkan dua sungai kembar diwajahku terus meluap menyapu setiap kemolekan desa yang dilaluinya , sungai yang kelelahan, tak henti meluap. Apakah ada yang bisa diperbaiki dengan kelakuanku sekarang? Tidak! Aku hanya semakin menambah kacau keadaan yang sudah seperti  hotel kebakaran! Aku tak hanya sedang melakukan tindakan bodoh, tetapi ini adalah sebuah kemahatololan seperti kata ikal dalam novel laskar pelangi, sekarang aku sudah terkena penyakit gila nomer 4 versi ibunya ikal, membiarkan rambutku awut-awutan,menangis dan meratap didalam kamar sambil memeluk boneka cantikku yang penuh nuansa kenangan, aku terus meracau menyalah-nyalahkan diri sendiri, air mata sudah seperti hujan di bulan desember, sampai membuat pipiku terasa lengket, ini penyakit gila yang sudah akut, karena semakin kecil nomornya, penyakit gilanya semakin mendekati parah. Ya allah? Jangan kirim aku kerumah sakit jiwa, aku masih mencintai rumah ini, rumah dimana sejak kecil aku dibesarkan disini.
 Sejak kecil aku tinggal bersama kakek dan nenekku didesa, kampung halaman ibuku. Dulu aku terkena penyakit aneh, yang mana penyakitku kambuh jika aku jauh dari nenek, bahkan dulunya kata ibu dan ayah hampir saja aku meninggal, mungkin ini seperti mitos yang hanya ada dizaman jahiliyah atau zaman kebodohan, tapi tidak, tuhan menakdirkan itu semua atasku, karena keadaanku yang semakin memburuk akhirnya ayah sebagai kepala rumah tangga kerajaan cinta keluarga kami mengambil keputusan untuk mengalihkan hak asuhku kepada nenek.  Hak asuh? Mungkin gak hak asuh namanya, karena  didalam kartu keluarga atau dimanapun nama ayahku adalah nama ayah, dan aku masih menjadi tanggungan ayah, mungkin hak asuh yang disebut ayahku hanyalah hak asuh sebagai makna kiasan yang diambil dari kamus besar bahasa kerajaan cinta keluarga kami,hahaha.Tepatnya waktu itu aku berusia 4 tahun saat mulai tinggal bersama nenek.
 “nenek adalah nenek paling hebat didunia, nenek yang paling aku sayang sedunia”,  aku dulu pernah menulis rangkaian kata-kata itu tatkala aku masih kelas 3 SD. Aku rasa rangkaian kata-kata itu memang benar adanya, jika teringat semua pengorbanan dan kasih sayang nenek untukku,  aku jadi  bingung harus lebih sayang ibu atau nenek?. Teringat dulu waktu aku masih TK, nenek jemput aku kesekolah naik sepeda, panasnya matahari tidak dihiraukan nenek demi aku. Aku teringat nenek beliin aku boneka waktu hari ulang tahunku yang ke-5, aku punya lagu untuk boneka itu : “boneka cantik yang beli nenek, boleh dilihat gak boleh dipegang, bonekanya cantik bisa merem melek, hatiku senang,nenekku sayang”(dibaca dengan nada lagu ‘boneka dari india’). Itulah boneka yang saat ini  kupeluk, bonekanya sudah renta,boneka yang sudah berlubang disana sini menjadi tempat berkubang air mataku sekarang. Karena saat ini usiaku sudah 16 tahun. Berarti bonekanya sudah berapa tahun? Hitung sendiri lah!
Nenek biasanya bangun pagi-pagi buta buatin aku sarapan,dari aku umur 4 tahun sampai sekarang.  Nenek sayang sama aku, sayang sekali, aku juga sayang sama nenek .  Seiring keringnya  air mataku, aku mengambil buku harianku yang biasa menjadi kekasih yang menemani dan mendengarkan setiap curahan hatiku. Saat kubuka halaman-halamannya, tiba-tiba mataku terpaku melihat tulisan tanganku sendiri.
29 Desember 2012
Puisi yang nggak seberapa ini aku tulis buat bapak yang udah jahat sama nenek, biar aku ingat dan bisa menghukum diriku sendiri kalau sampai aku melukai hati nenek :

Jangan sakiti permataku
Sebenarnya aku ingin semua baik-baik saja
Jangan sakiti lagi permataku
 Tolonglah aku
Bisakah anda hargai sedikit saja
Jasa-jasanya untuk anda
Anda bisa seperti sekarang karena siapa?
Karena permataku, kan?
Permataku tak butuh uang atau benda berharga anda!
Anda  tak perlu memberi  itu untuknya!
Dia hanya butuh anda temani dihari senjanya
Dia ingin bermain-main dengan buah hati anda
Tega  anda menggoreskan luka dikerentaannya?
Tega anda membuat air matanya mengalir?
Aku saja tidak sanggup melihatnya!
Tak cukup anda dulu membuat lidahnya kelu Karena menasehati kalian?
Tak cukup anda dulu membuatnya menangis karena tingkah anda yang berandal?
Apa susahnya menyenangkan hatinya?
Jenguk dia, dia butuh anda!

“bapak  jahat kali, gak mau pulang sebentar aja lihat nenek,padahal nenek kan lagi sakit, rindu sama bapak, rindu sama adek nadia.  Tega bapak buat nenek nangis.  Aku janji sama diriku sendiri, gak akan maafin diriku sendiri kalau sampai aku buat nenek nangis kaya bapak buat nenek nangis! Aku benci bapak!”.

Kututup kembali bukuku, tulisan itu membuatku merenung.
Ya allah, dulu aku pernah nulis itu, tapi sekarang semua tulisan itu aku munafiki!, seharusnya ini malam yang indah, ini malam takbir, malam idul fitri, tapi kesucian bulan ini telah aku nodai. Tadi aku marah sama nenek, dengan nada suara yang keras,  “ama gak senang sama nadia nek!”, “ ama maunya nadia cepat-cepat pulang karena dia rusuh, bandal kali, padahal udah 6 tahun tapi kebandalannya gak kurang-kurang, terlalu dimanjakan pula sama bapaknya!”. “suka ngerjain ama lagi, sebentar-sebentar minta susu, harus ama lagi yang buatin  nek, kalau enggak dia nangis, masih ngedot lagi, manjanya ampun kali nek!.”.
 Tadi sore waktu aku lagi nulis-nulis, tiba-tiba nadia loncat dari punggungku, bukuku terpijak kaki mungilnya yang kotor karena dia abis menginjak tanah enggak pakai sandal, jelas aja bukuku jadi kotor, udah gitu, bukuku malah disobek-sobek lagi. Aku pun muntab stadium 4, dia langsung lari sebelum sempat kucubit. Aku kesel sampai tulang sum-sum. Semua tulisan-tulisan penting aku ada disitu tanpa aku punya duplikatnya. Marah,kesel, semua bersatu seperti gado-gado.
Padahal lebaran tahun ini yang pulang Cuma orangtuaku sama orangtua sepupu kecilku nadia, yang lainnya gak pulang, tapi aku malah bilang gitu. Nenek jawab aku dengan nada sedih, dalam keremangan kamar kulihat air mata menetes dari kerentaan mata nenek yang memancarkan cahaya redup. “ama kenapa bilang gitu? Padahal nenek kan juga pingin main-main sama nadia, apa ama gak mau nenek senang? Lihat tetangga kita, dia sedih karena anaknya gak ada yang pulang satupun, ama kok malah mau anak nenek cepat-cepat pulang? ama udah gak senang lagi lihat nenek senang? Cuma sekali-sekalinya bapakmu datang, itu pun gak pasti untuk setiap lebaran!, nenek berkata sambil terisak. Ucapan nenek membuat aku terdiam, badanku rasanya tersengat listrik ribuan watt, ulu hatiku rasanya ditusuk tombak yang paling tajam di asia tenggara, kakiku rasanya lumpuh seketika, aku seperti patung hidup, beku, kaku, pucat, perasaanku ajaib kosongnya, aku sampai nggak tau nenek keluar dari kamarku.
Ya Allah, aku udah memunafiki tulisan yang pernah aku tulis di buku harianku, aku udah seperti DPR di indonesia, membuat undang-undang tapi untuk dilanggar, aku membuat janji diatas kertas putih tak berdosa, tapi aku yang merusak janji suci itu!, “ya Allah bukankah kau akan menempatkan golongan-golongan orang munafik didasar neraka? “
Teringat semua kasih sayang nenekku selama ini, mataku sampai tidak punya air mata untuk ditangiskan. Aku ingat waktu reumatik nenek kambuh, nenek enggak bisa jalan, betul-betul nggak bisa, nenek mau kemana-mana berpegangan kursi plastik, tapi waktu itu di pagi buta dengan segala dinginnya yang menusuk tulang nenek rela bangun masakin aku nasi goreng sama telur mata sapi kesukaanku, padahal waktu itu reumatik nenek lagi parah-parahnya menjangkit kakinya, segitu besarnya kasih sayang nenek buat aku, tega aku buat nenek nangis? “Cucu macam apa aku ini? Ya Allah turunkan apimu sekarang, bakar aku sekarang agar bisa kurasakan sakitnya hati nenek!”
“Ya Allah, apakah lebih besar dosaku daripada arsy-Mu?”
“Ya Allah aku percaya, sebesar apapun dosaku lebih besar pengampunan-Mu untuk hamba-hamba-Mu”
Aku melangkah pasti,  mencari nenek disetiap sudut  rumah. Kulihat nenek tertidur pulas dikamarnya sambil memeluk nadia yang juga sudah tertidur, kulihat kelopak mata nenek basah, disudut matanya ada bekas air mata, kuhapus air mata itu perlahan, kukecup kening nenek yang keriput, besok aku akan minta maaf sama nenek, restui aku ya Allah”~





                                                                                        




Tidak ada komentar:

Posting Komentar